“To live a creative life we must lose our fear of being wrong. Thank you for visit "Catatan Ain". I hope you can find what you want. -Ain-

Jumat, 13 Maret 2015

Hujan Kecil

   Aku menopang kepalaku di depan jendela kamar. Hujan di luar sana masih setia mengguyur, padahal sudah hampir malam. Sama sepertiku yang masih setia membuang waktu disini. Lamunanku berhembus kemanapun yang ia inginkan. Aku ingat 5 tahun lalu, di depan sekolah, di bawah pohon Trembesi, saat aku menunggu jemputan, dan jam 2 siang. Kamu sedang berkelahi dengan anak SMK sebelah. Entah kenapa pemandangan itu membuatku tak bergeming sementara yang lainnya sibuk menyelamatkan diri. Hingga akhirnya aku melihatmu lemas dengan muka babak belur. Tawamu lepas tanda kemanangan.

   "Woy cemen lu pada!! Sini lawan gue lagi! Hahaha."

   Esoknya kita bertemu di depan ruang kepala sekolah. Rupanya kamu baru saja di adili ya? Aku ingat wajah kecutmu saat keluar dari ruangan itu. Kamu menatapku dengan sinis sambil pergi begitu saja. Ya, kita memang tak saling kenal saat itu. Semenjak saat itu kita saling bertemu. Entah di kantin, taman sekolah, di dekat kamar mandi saat kamu sedang merokok, di tempat parkir atau di lorong sekolah. Agaknya kamu sedikit berandalan pikirku saat itu. Tapi, entah mengapa sepertinya kamu berhasil mencuri sedikit perhatianku.
   Awalnya hanya sedikit perhatianku yang kamu curi, tapi lama-lama aku penasaran. Aku mencari tahu siapa namamu sebagai awal. Mereka memanggilmu Regi. Katanya kamulah preman sekolah. Kamu raja dari setiap perkelahian. Kamu tidak terkalahkan. Aku cukup terkejut mendengar fakta tentangmu. Kamu bukanlah laki-laki yang ganteng. Baikpun tidak, tapi entah kenapa kamu berhasil mencuri perhatianku.
   Sudah lama aku memendam. Karena aku tahu, kamu tidak akan pernah melihatku. Hingga akhirnya, di depan sekolah, di bawah pohon yang sama, di jam yang sama, tapi kali ini ada sedikit hujan kecil yang ikut meramaikan aku melihat kamu dipukuli oleh anak SMK sebelah yang rupanya datang untuk balas dendam. Kali ini kamu sendirian dan mereka bergerombol. Kamu tersungkur dan tak ada satupun yang mendekat. Dan disini cerita kita di mulai.

    "Kamu gapapa?"

    Aku mengguncang tubuhmu. Tapi kamu tidak menjawab bahkan bergerakpun tidak. Jujur, saat itu aku sedikit panik. Aku berusaha membawamu ke tepi jalan, dan saat itu mulai banyak orang yang datang menolong. Kamu di bawa ke rumah sakit. Kata mereka kamu hampir mati karena kehabisan darah. Tapi untung kamu masih bisa tertolong.
    Aku tidak melihatmu di sekolah keesokan harinya. Ya karena kamu masih di rumah sakit. Haruskah aku menjengukmu? Pikirku. Aku putuskan pergi kemana kamu di rawat pulang sekolah. Sampai di rumah sakit aku tak melihat seorangpun menungguimu. Kamu terlihat menyedihkan dengan beberapa luka dan memar di pipi dan ujung bibirmu. Sisa darah yang sudah kering membuatmu terlihat jelek. Saat aku sedang asik dengan lamunanku, saat itu juga kamu terbangun. Dan menatapku.

   "Siapa lu?"

   Aku hampir terperanjat kaget karena nada suaramu yang cukup tinggi.

   "Ehh eeem gini kemarin gue yang nolong lu waktu di keroyok sama anak-anak SMK."

   "Oh thanks."

   "Iya. Lu sendirian?"

   "Emang yang lu liat gue sama siapa?"

   "Oh iya sendirian. Eh kenalin nama gue Dian. Gue adik kelas lu."

   "Gue Regi."

   "Iya gue tau kok."

   "Eh gue laper nih. Ambilin makan dong."

   Aku tak melihat ada makanan di ruangan itu. "Hmm gue ada roti. Lu mau?"

   Tanpa menjawab kamu langsung mengambil roti yang baru aku keluarkan dari dalam tas.

***
   Di, cepetan dong gue udah di depan nih. Regi.

   Begitu isi smsmu. Setelah kejadian itu, kita jadi semakin dekat. Kamu sering mengajakku ke tempatmu dan teman-temanmu yang kamu sebut sebagai Markas Pelangi. Awalnya aku tertawa dengan namanya, karena sangat tak sesuai dengan sifat dan sikapmu yang arogan. Di tambah teman-temanmu yang di wajah dan telinganya penuh piercing. Tapi katamu nama itu punya filosofi. Dimana teman-temanmu sifatnya berbeda-beda seperti pelangi yang warnanya juga berbeda-beda, selain itu di balik sifat masing-masing kalian yang mengerikan itu ada sifat indah, baik dan manis seperti pelangi. Aku cukup tertegun.
 
   "Sorry ya gue lama. Abis gue bangun kesiangan."

   "Yaudah cepetan naik!"

   Hampir seminggu ini aku selalu pulang dan berangkat sekolah bersamamu. Walaupun sepanjang jalan sering tak ada sepatah katapun yang di bicarakan. Memang awkward. Tapi aku sangat suka. Karena aku bisa memandang punggungmu sepanjang jalan dan dalam diam aku bisa melamunkan bagaimana kalau aku memelukmu.

   "Di..."

   "Iya."

   "Gue suka sama lu."

   Suaramu sangat pelan dan bergetar. Aku hampir tak mendengarnya di tambah angin yang berhembus cukup kencang. "Haah?! Apaan? Gue ga denger."

   "Di, gue suka sama lu!!"

   Bagaikan tersetrum berjuta-juta kilovolt detak jantungku memburu begitu cepat begitu mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Regi. Seandainya aku tidak sedang diatas motor mungkin aku sudah berjingkrak-jingkrak kesenangan. Apa aku tidak salah dengar? Atau aku sedang bermimpi? Yaampun apakah ini akhir dari penantianku?

   "Di, kamu masih ga denger ya?"

   "Iya aku mau jadi cewe kamu Regi. Aku mau banget!!"

   "Hahaha tapi aku kan ga ngajakin kamu pacaran."

   Ya ampun betapa bodoh dan malunya aku. Iya aku terlalu bersemangat. Ya ampun apa yang harus aku katakan. Ingin rasanya aku lompat saja dari motor ini. "Oh iya ya hehe."

   "Hahahaha yaampun kamu kok jadi kaya orang bego gitu sih. Yaudah jadi mulai saat ini kita pacaran ya, Di."

   Mulai detik itu. Tanggal 21 Oktober 2009. Jam 07.03. Di atas motormu. Aku milikmu. Dan kita bersama. Ini akhirnya karena ketidaksengajaanku melihatmu berantem dengan anak SMK sebelah dan tidak mau bersembunyi. Akhir yang tidak pernah terduga oleh siapapun. Dan yang katanya preman sekolah dan raja perkelahian kini menjadi pacarku. Tidak ada hal yang paling menyenangkan dari hari itu.

***
   Tidak terasa sudah hampir 3 bulan ini kita bersama. Kamu tidak berubah masihlah si preman sekolah dan raja perkelahian. Walaupun kita sering bertengkar karena hal itu, tapi kamu memang orang yang mudah tersulut emosinya. Satu hal yang membuatku salut padamu adalah kamu orang yang manis padaku, tidak main kasar seperti saat kamu sedang berantem dengan lawanmu, kamu tidak pernah mengumpatku seperti kamu mengumpat lawanmu, kamu sangat sabar menghadapi sikap kekanak-kanakanku. Tidak salah mengapa aku benar-benar mencintaimu, Regi.
   Seperti biasa pagi itu, kamu menjemputku. Kali ini tidak ada suasana awkward lagi saat di jalan. Kita bercanda sepanjang jalan sampai-sampai kadang tidak sadar kalau sudah tiba di sekolah. Dan kali ini aku bisa memelukmu secara terang-terangan, tidak hanya menatap punggungmu dalam diam lagi.
    Hari itu hari sabtu, dengan jam terakhir adalah ulangan sejarah. Aku sudah menyiapkan diri tadi malam agar bisa menjawab soal sejarah dengan baik. Tapi, mungkin aku memang tidak cukup baik di kelas sejarah. Seberapapun aku berusaha aku tak pernah benar-benar berhasil mengerjakan soalnya. Alhasil, aku keluar paling akhir. Kali ini aku tidak melihatmu menunggu di depan kelasku, seperti biasanya. Saat itu juga aku sadar, orang-orang berlari keluar sekolah. Karena penasaran ada apa, aku berlari keluar.
   Di depan sekolah, di bawah pohon Trembesi, jam 11 siang, di bawah hujan kecil aku melihatmu tertusuk pisau oleh lawanmu sendiri. Seketika orang-orang di sekitarku menjerit. Dadaku sakit. Lututku lemas. Air mataku menetes. Kamu jatuh berlutut dengan memegang dada. Aku melihat darah keluar dari mulutmu. Kamu tersungkur bersama pisau yang masih ada di dadamu.

***
   Kamu sudah pergi untuk selamanya. Kamu sudah tidak ada lagi disini. Kamu meninggalkanku. Kamu benar-benar pergi. Tidak ada lagi Regi sang preman sekolah dan raja perkelahian. Tidak ada lagi Regiku sayang yang selalu membuatku tertawa. Kini aku mengenangmu. Wangi tanah basah di luar sana mengingatkanku padamu. Aku merindukanmu, Regi..

Ain
http://dc100.4shared.com/img/1630434100/a97efa14/dlink__2Fdownload_2Fi1MqBrH-_3Ftsid_3D20130313-35301-2f246ef0/preview.mp3