“To live a creative life we must lose our fear of being wrong. Thank you for visit "Catatan Ain". I hope you can find what you want. -Ain-

Selasa, 02 September 2014

Still You #1

   Tuhan, aku ingin sembuh.
   “Ku baca tulisan itu di dalam note ponselmu. Air mataku sudah tak bisa tertahan lagi, memaksa keluar dari pelupuk mataku. Tak sadar air berlinang di pipiku. Memoriku tentangmu sekelibat melintasi otakku. Tawamu jelas mengiang di telingaku. Air mataku semakin deras menetes. Hatiku sakit sekali mengingatmu. Tak ada carakah yang bisa aku lakukan untuk menghadapi ini? Mengapa kamu tega padaku? Aku belum cukup mengenalmu, tapi kamu sudah pergi.”
***
   Kriiiiiing...Kriiiiiiing
   Suara jam weker yang bertengger tepat di depan wajahku benar-benar sukses membuatku terperanjat. Ku lihat jarum jam terpendek dengan tatapan serius karena penglihatanku belum fokus saat baru bangun seperti ini. Seketika mataku membelalak layaknya ingin loncat. Jam menunjukkan pukul 7.40 wib. Dan itu artinya sekolahku di mulai 20 menit lagi, tapi nyatanya aku masih ada di atas tempat tidur saat ini. Entah memakai jurus apa dengan sigap aku menyambar handuk dan segera masuk kamar mandi. Untung saja di dalam kamarku sengaja disediakan kamar mandi. Sebab orang tuaku malas bergantian kamar mandi denganku katanya saat mandi aku seperti putri solo.
   Seperti biasanya, aku diantar Kang Sono ke sekolah. Kang Sono adalah supir pribadi orang tuaku. Dengan perawakan tambun dan kulit sedikit gelap ditambah kumis tebalnya, Kang Sono bisa merangkap sebagai bodyguard buatku. Awalnya Kang Sono adalah satpam di kantor Ayah, tetapi ia berhenti kerja karena istrinya di kampung akan melahirkan. Setelah beberapa minggu pulang ke kampung, Kang Sono kembali lagi ke tempatnya bekerja tetapi posisinya sudag tergantikan oleh satpam yang baru. Padahal saat ini, ia sangat membutuhkan uang untuk biaya persalinan sang istri. Karena iba, ayah memperkerjakannya sebagai satpam pribadi bagi keluarga hingga saat ini. Aku punya beberapa cerita bersama Kang Sono. Seperti contohnya dua minggu yang lalu, saat aku akan pergi ke toko buku bersama Kang Sono, ada beberapa kumpulan anak laki-laki yang berpenampilan garang menghampiriku yang baru keluar dari mobil. Mereka menggangguku, tetapi dengan sigap Kang Sono keluar dan menghardik mereka dan alhasil mereka lari ketakutan. Padahal selama hidupnya Kang Sono tidak pernah memukul orang sekalipun tetapi berkat badannya semua orang menjadi segan padanya. Tapi, kali ini bukan ceritaku dan Kang Sono yang aku bahas. Melainkan ceritaku bersama orang yang menggagumkan yang selalu membuat hatiku berdebar.
***
   “Priiiiit!”
   Suara yang tidak asing lagi bagiku. Suara yang selalu memekakkan telinga. Siapa lagi kalau bukan Sherin, sahabatku dari SD.
   “Apaan sih, Sher? Bisa ngga sih lo kalau manggil tuh yang bener dikit. Nama gue Pritta!”
   Aku sangat benci saat orang-orang memanggil namaku setengah-setengah, seperti Sherin yang selalu memanggilku dengan sebutan ‘Prit’ seperti seorang polisi yang meniup peluitnya.
   “Haha sorry lah, Prit eh maksud gue Pritta cantik hihi. Gue mau pulang bareng aja sama lo ntar. Bisa kan? Abang gue ngga bisa jemput hehe”
   “Ah lo mah gue pikir ada berita heboh apaan!” Jawabku sedikit ketus.
   Aku berjalan melewati lorong panjang bersama Sherin menuju parkiran, mendengarkan cerita-ceritanya bersama kekasih barunya. Cewek imut yang selalu menguncir rambut ini memang cerewet sejak SD. Tidak heran, karena ia mempunyai dua buah tahi lalat di dekat bibirnya. Dan kini kami masih sekolah di SMA yang sama walaupun sempat beda kelas tapi kami ngotot untuk dipindahkan di kelas yang sama. Bagiku Sherin ini penghibur bagiku saat aku sedang merasa sedih. Dia semacam moodbooster bagiku.

   “Eh, Prit! Lo tau nggak?”
   “Nama gue Pritta! Kenapa?”
   “Iya iya PRITTA! Ada anak baru di kelas IPA 2. Cowok. Ganteng banget katanya. Tapi pasif gitu anaknya.” Ujar Sherin dengan mata yang di lebar-lebarkan
   “Ah gosip aja lo! Lo udah liat anaknya?”
   “Udah! Dan bener aja ganteng banget!”
   “Lo naksir ya? Ih lo kan udah punya pacar, Sher” Ucapku menggoda sahabatku ini.
   “Ah rese lo! Engga! Gue ngga naksir!”
   “Hahahaha”
   Tawaku meledak karena sukses mengerjainya sekaligus melihat muka Sherin menjadi memerah. Obrolan kecil kami di dalam mobil pun berlanjut  hingga tiba di depan rumah berpagar kayu coklat.
   “Daaaa. Thanks ya Priiiiit! Hihi. Besok lo kudu liat tuh cowo. Titik! Makasih juga Kang Sono. Bye!” Teriak Sherin sambil menutup pintu mobil. Aku hanya bisa membenamkan wajah kesalku karena panggilan Sherin barusan.
   Setelah sekolah berakhir, aku kembali ke rumah. Dan hidpuku berjalan seperti biasanya sebagai anak tunggal. Tidak ada yang istimewa di dalam rumah besar yang selalu ditinggalkan karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan.
***
   Hari ini kantin sekolahku terlihat begitu ramai. Di mana-mana orang berdesak-desakkan ingin membeli makanan. Aku melihatnya saja sudah lelah, jadi aku putuskan untuk berdiri di depan kantin dengan tangan di silangkan di dada dan mulut sedikit manyun, inilah tandanya jika aku sedang kesal. Bagaimana tidak, pagi ini aku tidak sempat sarapan apalagi menyiapkan bekal. Aku bangun kesiangan lagi. Padahal sekolahku ini adalah salah satu sekolah favorit di Jakarta Pusat tetapi servicenya sama saja seperti pasar. Saat sedang asik dengan kekesalanku mengenai kantin, ada seseorang yang menabrakku dari belakang. Kontan rasa kesalku memuncak. Dengan sigap aku membalikkan badan dan mebentaknya.
   “Kalau jalan hati-hati dong!”
   Aku sedikit terkejut setelah melihat wajahnya. Seorang laki-laki tinggi, berkulit putih dan rambut yang sengaja ditata seperti jambul, ia memakai sweater biru laut dan sebuah earphone tergantung di kuping dan lehernya. Dia sangat cool. Ia terlihat asing bagiku. Dalam hatiku aku bertanya Siapakah orang ini? Aku tidak pernah melihatnya selama tiga tahun aku bejar disekolah ini. Apakah dia anak baru yang Sherin ceritakan?

   “Sorry.” Jawabnya dengan tatapan sinis dan kembali berjalan menjauhiku. Hingga aku hanya dapat menatap punggungnya saja yang semakin jauh hilang di tengah keramaian.


[To be continued..]
Ain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

http://dc100.4shared.com/img/1630434100/a97efa14/dlink__2Fdownload_2Fi1MqBrH-_3Ftsid_3D20130313-35301-2f246ef0/preview.mp3